Untuk lulus dari Ujian Nasional SD, suatu sekolah di Jakarta menyusun trik yang sangat memalukan. Saat ini sekolah bukanlah tempat menimba ilmu dan mengajarkan pekerti lagi, tetapi sudah mengajarkan kebohongan dan praktek tidak jujur yang sistematis. Bayangkan saja, praktek ini disusun sedemikian terorganisasi dengan baik, sampai-sampai surat perjanjian pun dipersiapkan untuk melindungi dan menyembunyikan praktek yang korup ini.

Apa jadinya bangsa Indonesia 20 tahun ke depan? Sekarang saja praktek korupsi makin menjamur dan terang-terangan. Sudah tidak malu-malu lagi bahkan menjadi rahasia umum. Kalau mau jadi PNS, harus bayar sekian ratus juta untuk orang dalam (oknum). Mau masuk TNI/Polri, sama juga. Mau masuk kampus favorit, ada jalur khusus yang serupa. Mengurus surat-surat dan perijinan, setali tiga uang. Intinya adalah ada uang, uang, uang,… maka urusan lancar.
Sangat memprihatinkan. Siswa SD sudah diajarkan perilaku korupsi. Melaporkan kebohongan malah diberi sanksi, seperti yang dialami AL, siswa SD dari Surabaya. Memprihatinkan lagi, masyarakat juga turut memberi sanksi moral dan menghujat.
Mencontek dan menyebarkan contekan bukanlah mental juara. Amat disayangkan, kejujuran sebagai salah satu mental juara, dirusak oleh pemaksaan perbuatan korup dari sekolah terhadap AL (Surabaya) dan MAP (Jakarta) untuk menyebarkan contekan, karena mereka adalah siswa-siswa pintar dan juara.
Sama seperti Mr. Susno Duaji, melaporkan suap malah dia yang kena tangkap. Atau kasus ketua KPK Antasari Azhar, keseringan menangkap koruptor malah dia yang terkriminalisasi. Jangan-jangan Nazarudin disuruh sembunyi juga karena intrik politik tertentu yang tak mau dirinya membongkar praktek sistematis uang persahabatan itu.

Sumber : http://juarakelas.wordpress.com/2011/06/19/potret-kejujuran-dari-siswa-kelas-6-sd/